Hai Optijen! Nama saya Dewi. Kali ini saya akan bercerita tentang pengalaman saya belajar sambil liburan di Pulau Hoga, Wakatobi pada tahun 2018 lalu. Eits, tentu ini bukan belajar layaknya di ruang kelas ya, tapi lebih menarik dari itu!
Setelah mengikuti seleksi dari pihak fakultas, saya dan beberapa teman saya mendapatkan kesempatan gratis untuk mengikuti summer course dari Operation Wallacea yang bekerja sama dengan FIKP UNHAS selama 2 minggu di Wakatobi, tepatnya di Pulau Hoga. Oh iya, satu hal yang perlu teman-teman ketahui, bahwa nama Wakatobi adalah singkatan dari 4 nama pulau yang ada disana, yaitu Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko.
Perjalanan menuju lokasi membutuhkan waktu yang tak singkat. Kami berangkat dari bandara Sultan Hasanuddin Makassar kemudian singgah di bandara Haluoleo Kendari. Dari Kendari, kami melanjutkan perjalanan dengan pesawat perintis berukuran kecil menuju bandara Matohara yang ada di pulau Wangi-wangi. Eh tunggu dulu, ini belum sampai! Dari bandara Matohara, kita melanjutkan perjalanan darat menuju dermaga. Yap, kita harus naik kapal menyebrang menuju pulau Kaledupa, setelah dari Kaledupa baru deh kita naik speed boat menuju pulau Hoga!
Pertama, kita semua harus test dive terlebih dahulu. Kenapa? karena sebagian besar kegiatan kita nanti pasti mengharuskan kita untuk diving, jadi memang disarankan yang mengikuti kegiatan ini harus memiliki lisensi selam.
Kegiatan Summer Course di Pulau Hoga, Wakatobi
Oh iya, teman-teman kita disana kebanyakan bule-bule dari berbagai negara. Banyak dari mereka yang sama seperti kita sedang mengikuti summer course marine ecology dan banyak juga yang sedang melakukan penelitian. Jadi setiap 2 kali dalam setahun, Pulau Hoga dari pihak Operation Wallacea akan kedatangan turis-turis dari berbagai macam negara untuk belajar. Tak jarang yang mengatakan bahwa pulau Hoga adalah pulau penelitian.
Kegiatan Summer Course di Pulau Hoga, Wakatobi
Minggu pertama kami dihabiskan dengan belajar mengenai ekosistem laut, mengenal berbagai macam biota, juga melakukan pendataan. Selain belajar teori, kita juga belajar mendata secara langsung, seperti mendata karang, ikan, dan juga benthos. Di sinilah pentingnya memiliki lisensi selam. Keuntungannya, dengan melakukan diving yang rata-rata sehari bisa mencapai 3 kali ini juga mengasah kemampuan selam kita. Tentunya akan menambah log dive kita setiap kali menyelam! Gimana dengan pesona bawah lautnya? Super indah! Bahkan tak jarang ketika menyelam kita bisa melihat biota-biota laut langka disana.
Suasana bawah laut saat sedang melakukan pendataan
Minggu kedua kami dihabiskan dengan menjadi asisten peneliti. Ketika itu saya membantu salah satu peneliti untuk pengambilan data habitat hidup dari nudibranch. Wah, sungguh pengalaman yang tak terlupakan! Saat itu partner sesama asisten peneliti saya bernama Alli, seorang mahasiswi dari Amerika. Setiap harinya saya menghabiskan waktu bersama Alli, mulai dari pengambilan data sehari 2x, rekap data pengamatan, hingga konsultasi dengan peneliti yang berkaitan.
Gambar nudibranch hasil pengamatan
Sehari sebelum kepulangan, kami semua berkesempatan liburan ke wilayah tempat suku bajo tinggal. Mereka semua benar-benar tinggal di tengah laut. Rumah mereka seperti rumah panggung yang terbuat dari kayu, dan setiap rumah dihubungkan dengan jembatan-jembatan tanpa pagar. Sungguh unik suku bajo ini! Warga suku bajo disana terlihat sangat ramah, terlebih anak-anak kecil disana sangat senang dengan kedatangan kami. Seakan mereka menyambut kami dengan aktraksi-atraksi luar biasa mereka di air.
Jadi, buat kalian yang tertarik dengan budaya dan indahnya pesona surga bawah laut, mungkin wakatobi bisa menjadi salah satu destinasi liburan sekaligus tempat belajar kalian!
Penulis:
Dewi Asri Anggraini
Creative Information and Communication Intern OceanPulse